Rabu, 25 Januari 2012


CASH LINE FACILITY DAN TAKE OVER :
(Studi Kasus Dalam Perbankan Syariah)
Ahmad Ajib Ridlwan, Edy Zulham Revalino
Magister Sains Ekonomi Islam Universitas Airlangga Surabaya

Take Over/Pemindahan Hutang (Hawalah)
Pengertian
a)   Menurut bahasa
Hiwalah dalam arti bahasa berasal dari kata tahwil yang sinonimnya : intiqal, artinya memindahkan.
b)  Syafii Antonio
Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Sedangkan menurut
c)   Syafi’iyah dan Hambali:
Hiwalah ialah memidahkan tagihan dari tanggung jawab yang berhutang kepada yang lain yang punya tanggung jawab kewajiban pula.
d)  Al-Jiziri
Hiwalah ialah pernikahan utangdari tanggung jawab seseorang menjadi tanggung jawab orang lain.
e)   Syihab Al-Din Al-Qalyubi
Hiwalah ialah akad yang menetapkan pemindahan beban hutang dari seseorang kepada yang lain.

Dari beberapa pengertian diatas disimpulkan bahwa hiwalah ialah memindahkan utang dari tanggungan seseorang kepada tanggungan yang lain.

Dasar  Hukum
Pada dasarnya hawalah diperbolehkan berdasarkan Sunnah dan Ijma’ karena hal ini dibutuhkan oleh masyarakat.

1)   As-Sunnah
a.    Pelaksanaan hiwalah dibenarkan dalam islam, sebagaimana sabda Rasulullah:
 “memperlambat pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang kaya merupakan perbuatan zalim. Jika salah seorang kamu dialihkan kepada orang yang mudah membayar hutang, maka hendaklah ia beralih (diterima pengalihan tersebut)” (HR. Jamaah)
 b.   Sabda Rasulullah saw:
“orang yang mampu membayar utang, haram atasnya melalaikan utangnya. Maka apabila salah seorang di antara kamu memindahkan utangnya kepada orang lain, pemindahan itu hendaklah diterima, asal yang lain itu mampu membayar”. (HR. Ahmad dan Baihaqi).

2)   Ijma’
Kesepakatan ulama (ijma’) menyatakan bahwa hiwalah boleh dilakukan

Jenis Hiwalah
Madzhab Hanafi membagi hiwalah dalam beberapa bagian :
Ditinjau dari segi objek akad, hiwalah dibagi menjadi 2 jenis :
1)   Hiwalah al-haqq yaitu apabila yang dipindahkan itu merupakan hak menuntut hutang (pemindahan hak).
2)   Hiwalah al-dain yaitu apabila yang dipindahkan itu kewajiban untuk membayar hutang (pemindahan hutang/kewajiban).
Ditinjau dari jenis akad, hiwalah dibagi menjadi 2 jenis :
1)   Hiwalah al-Muqayyadah yaitu pemindahan sebagai ganti dari pembayaran hutang muhil (pihak pertama)  kepada muhal/pihak kedua (pemindahan bersyarat)

http://warungghuroba.files.wordpress.com/2010/09/jang-ieu2.jpg?w=400&h=130Contoh :





A berpiutang kepada B sebesar 5 dirham. Sedangkan B berpiutang kepada C sebesar 5 dirham. B kemudian memindahkan atau mengalihkan haknya untuk menuntut piutangnya yang berada pada C kepada A sebagai ganti pembayaran hutang B kepada A.
Dengan demikian hiwalah al-muqayyadah pada satu sisi merupakan hiwalah al-haq karena mengalihkan hak menuntut piutangnya dari C ke A (pemindahan hak). Sedangkan pada sisi lain, sekaligus merupakan hiwalah al-dain karena B mengalihkan kepada A menjadi kewajiban C kepada A (pemindahan hutang/kewajiban).
2)   Hiwalah al-Muthlaqah yaitu pemindahan hutang yang tidak ditegaskan sebagai ganti rugi dari pembayaran hutang muhil (pihak pertama) kepada muhal/pihak kedua (pemindahan mutlak).
http://warungghuroba.files.wordpress.com/2010/09/jang-ieu-21.jpg?w=300&h=130Contoh :







A berhutang kepada B sebesar 5 dirham. Kemudian A mengalihkan hutangnya kepada C sehingga C berkewajiban membayar hutang A kepada B tanpa menyebutkan bahwa pemindahan hutang tersebut sebagai ganti rugi dari pembayaran hutang C kepada A.
Dengan demikian, hiwalah al-muthlaqah hanya mengandung hiwalah al-dain saja karena yang dipindahkan hanya hutang A kepada B menjadi hutang C kepada B.

Syarat Hiwalah
Syarat bagi muhil (pihak pertama) adalah :
Ada dua syarat yang diperlukan untuk muhil, yaitu sebagai berikut;
 1)      Baligh dan berakal
Muhil harus memiliki kecakapan untuk melakukan akad, dengan demikian hiwalah yang dilakukan oleh anak-anak yang dibawah umur dan orang gila hukumnya tidak sah
2)      Persetujuan muhil
Dengan demikian, apabila ia dipaksa untuk melakukan hiwalah maka tidak sah. Hal tersebut dikarnakan hiwalah ada

Syarat bagi muhal (pihak kedua) adalah :
1)      Baligh dan berakal
2)  Ada persetujuan (ridha) dari muhal terhadap muhil yang melakukan hiwalah (madzhab Hanafi, sebagian besar madzhab Maliki dan Syafi’i)
Persyaratan ini ditetapkan berdasarkan pertimbangan bahwa kebiasaan orang dalam membayar hutang berbeda-beda, ada yang mudah dan ada pula yang sulit. Sedangkan menerima pelunasan itu merupakan hak muhal.
Jika hiwalah dilakukan secara sepihak saja, muhal dapat saja merasa dirugikan, contohnya apabila ternyata muhal ‘alaih (pihak ketiga) sudah membayar hutang tersebut.

Syarat bagi muhal ‘alaih (pihak ketiga) adalah :
1)      Baligh dan berakal
2)      Ada persetujuan (ridha) dari muhal ‘alaih (madzhab Hanafi). Sedangkan menurut madzhab lainnya (Maliki, Syafi’i dan Hanbali) tidak mensyaratkan hal ini sebab dalam akad hiwalah, muhal ‘alaih dipandang sebagai objek akad. Dengan demikian persetujuan tidak merupakan syarat sah hiwalah.

Syarat yang diperlukan bagi hutang yang dialihkan adalah :
1)      Sesuatu yang dialihkan itu adalah sesuatu yang sudah dalam bentuk hutang piutang yang sudah pasti.
2)      Apabila pengalihan utang itu dalam bentuk hiwalah al-muqayyadah, semua ulama fikih sepakat bahwa baik hutang muhil kepada muhal maupun muhal ‘alaih kepada muhil harus sama jumlah dan kualitasnya.
Jika antara kedua utang tersebut terdapat perbedaan jumlah (hutang dalam bentuk uang) atau perbedaan kualitas (hutang dalam bentuk barang) maka hawalah tidak sah. Tetapi apabila pengalihan itu dalam bentuk hiwalah al-muthlaqah (madzhab Hanafi) maka kedua hutang tersebut tidak mesti sama, baik jumlah maupun kualitasnya. Madzhab Syafi’i menambahkan bahwa kedua hutang tersebut harus sama pula waktu jatuh temponya. Jika tidak sama maka tidak sah.

Konsekuensi Akad Hiwalah
1)   Jumhur ulama berpendapat bahwa kewajiban muhil untuk membayar hutang kepada muhal dengan sendirinya menjadi terlepas (bebas). Sedangkan menurut sebagian ulama madzhab Hanafi antara lain Kamal bin Humman, kewajiban tersebut masih tetap ada selama pihak ketiga belum melunasi hutangnya kepada muhal.
2)   Akad hiwalah menyebabkan lahirnya hak bagi muhal untuk menuntut pembayaran hutang kepada muhal ‘alaih
3)   Madzhab Hanafi yang membenarkan terjadinya hiwalah al-muthlaqah berpendapat bahwa jika akad hiwalah al-muthlaqah terjadi karena inisiatif dari muhil maka hak dan kewajiban antara muhil dan muhal ‘alaih yang mereka tentukan ketika melakukan akad hutang piutang sebelumnya masih tetap berlaku, khususnya jika jumlah hutang piutang antara ketiga pihak tidak sama

Akad Hiwalah Berakhir
Akad hawalah berakhir jika terjadi hal-hal berikut :
1)   Salah satu pihak yang melakukan akad tersebut membatalkan akad hiwalah sebelum akad itu berlaku secara tetap.
2)   Muhal melunasi hutang yang dialihkan kepada muhal ‘alaih
3)   Jika muhal meninggal dunia, sedangkan muhal ‘alaih merupakan ahli waris yang mewarisi harta muhal.
4)   Muhal ‘alaih menghibahkan atau menyedekahkan harta yang merupakan hutang dalam akad hiwalah tersebut kepada muhal.
5)   Muhal membebaskan muhal ‘alaih dari kewajibannya untuk membayar hutang yang dialihkan tersebut.
6)   Menurut madzhab Hanafi, hak muhal tidak dapat dipenuhi karena pihak ketiga mengalami pailit (bangkrut) atau wafat dalam keadaan pailit. Sedangkan menurut madzhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali selama akad hiwalah sudah berlaku tetap karena persyaratan sudah dipenuhi maka akad hiwalah tidak dapat berakhir dengan mengalami alasan pailit.

Fatwa Mui Hiwalah
Seiring dengan berkembangnya institusi keuangan Islam di Indonesia, maka suatu aturan hukum turut pula dikembangkan untuk melegalisasi serta melindungi akad-akad yang sesuai Syari’ah Islam diterapkan dalam Sistem Keuangan Islam di Indonesia. Maka dari itu, Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa No: 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah disebutkan bahwa pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).

Aplikasi Hiwalah Dalam Institusi Keuangan
Dalam praktek perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi resiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang berutang. Katakanlah seorang supplier bahan bangunan menjual barangnya kepada pemilik proyek yang akan dibayar dua bulan kemudian. Karena kebutuhan supplier akan likuiditas, maka ia meminta bank untuk mengambil alih piutangnya. Bank akan menerima pembayaran dari pemilik proyek.

Studi Kasus Pada KPR
Tahapan Pengalihan (Take Over) Kredit Pemilikan Rumah (Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari Bank Konvensional ke Bank Syariah yaitu : Nasabah mengisi surat permohonan pengalihan kredit (take over) pads bank syariah ;
Nasabah melampirkan informasi tentang bank asal atau bank konvensional tempat nasabah melakukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ;
Account Officer /marketing akan menganalisis kelayakan nasabah
Bagian administrasi pembiayaan (unit support) akan menganalisis kelengkapan dokumentasi nasabah dalam bidang hukum, kelayakan jaminan yang diajukan oleh nasabah (bila ada) ;
Keputusan persetujuan dari Komite Pembiayaan, Bila permintaan nasabah dianggap layak. Selanjutnya sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 31/DSN-MUI/IV/2002 tentang Pengalihan Hutang, ada empat alternatif Cara yang dapat Dilakukan oleh bank syariah , yaitu :
akad qardh, al ba'i dan murabahah
akad al ba'i dan murabahah
akad ijarah dan qardh
akad qardh, al ba'i dan ijarah muntahiya bitamlik

Pengambilalihan (Take Over) Kredit Pemilikan Rumah (KPR) oleh bank syariah merupakan transaksi pelunasan/pembayaran hutang menurut hukum perdata. Sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 31/DSN¬MUI/IV/2002 tentang Pengalihan Hutang Pelunasan/pembayaran hutang ini memberikan akibat hukum bahwa perjanjian kredit yang lama (antara bank asal dengan debitur) menjadi hapus, begitu pula dengan perjanjian pengikatan jaminannya menjadi hapus. Kedudukan bank konvensional sebagai pihak yang berpiutang digantikan oleh bank syariah sebagai pihak pengambilalih dan mengakibatkan adanya perikatan baru antara debitur dengan bank syariah sebagai kreditur baru.

Line Facility (At-Tashilat)
Pengertian
Salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah line facility (at-tashilat as-saqfiyah). Yakni, fasilitas plafon pembiayaan bergulir dalam jangka waktu tertentu dengan ketentuan yang disepakati dan mengikat secara moral.
 
Dasar Hukum
1)   Alqur’an
Firman Allah SWT, QS. al-Ma’idah [5]:1:
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qèù÷rr& ÏŠqà)ãèø9$$Î/ 4 ôM¯=Ïmé& Nä3s9 èpyJŠÍku5 ÉO»yè÷RF{$# žwÎ) $tB 4n=÷FムöNä3øn=tæ uŽöxî Ìj?ÏtèC ÏøŠ¢Á9$# öNçFRr&ur îPããm 3 ¨bÎ) ©!$# ãNä3øts $tB ߃̍ムÇÊÈ  
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu[388]. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.

Firman Allah SWT, QS. al-Isra’ [17]: 34:
4 (#qèù÷rr&ur Ïôgyèø9$$Î/ ( ¨bÎ) yôgyèø9$# šc%x. Zwqä«ó¡tB ÇÌÍÈ  
dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.

Firman Allah SWT, QS. al-Baqarah [2]: 275:
¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 ÇËÐÎÈ  
dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Firman Allah SWT, QS. al-Baqarah [2]: 275:
šúïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ (#4qt/Ìh9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ Ï%©!$# çmäܬ6ytFtƒ ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºsŒ öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur yŠ$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz ÇËÐÎÈ  
275. orang-orang yang Makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

2)   Hadist
a.    Hadits Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani, Nabi s.a.w. bersabda:
  “Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
b.   Hadits Nabi riwayat Imam Ibnu Majah, al-Daraquthni, dan yang lain, dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:
“Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri maupun orang lain.”
c.    Hadits Nabi Riwayat Bukhari & Muslim dari Abu Hurairah:
 “Tanda orang munafik ada tiga; jika berkata, ia dusta; apabila berjanji, ia ingkari; dan apabila diberi amanat, ia khianat.” (HR. Muslim)

3)   Kaidah Fiqh:
a.    Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”   
b.   Kesulitan dapat menarik kemudahan.”
c.    Keperluan dapat menduduki posisi darurat.
d.   Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara’ (selama tidak bertentangan dengan syari’at.” 

4)   Fatwa DSN MUI
Pertama: Ketentuan Umuma.
a.    Line facility adalah suatu bentuk fasilitas plafon pembiayaan yang diberikan lembaga keuangan syariah (LKS) kepada nasabah tertentu dalam jangka waktu tertentu yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah.
b.   Wa'd adalah kesepakatan atau janji dari satu pihak LKS kepada pihak lain (nasabah) untuk melaksanakan suatu yang dituangkan ke dalam suatu dokumen memorandum of understanding.
c.    Akad adalah transaksi atau perjanjian syar'i yang menimbulkan hak dan kewajiban serta merupakan realisasi dari line facility.

Kedua: Ketentuan akad
a.    Line facility boleh dilakukan berdasarkan wa'd dan dapat digunakan untuk pembiayaan tertentu sesuai prinsip syariah.
b.   Akad yang digunakan dalam pembiayaan tersebut di atas dapat berbentuk akad murabahah, istishna, mudharabah, musyarakah dan ijarah.
c.    Penetapan margin, nisbah bagi hasil dan atau fee yang diminta LKS LKS harus mengacu kepada ketentuan tiap akad dan ditetapkan pada saat akad tersebut dibuat.
d.   LKS hanya boleh mengambil margin, bagi hasil dan atau fee atas akad -akad yang direalisasi dari line facility.
e.    Fatwa DSN nomor 4/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah, fatwa DSN nomor 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli istishna, fatwa DSN nomor : 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah (qiradh), fatwa DSN nomor : 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, fatwa DSN nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah berlaku pula dalam pelaksanaan akad pembiayaan yang mengikuti line facility.

Ketiga: Ketentuan penutup.
a.    Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrase syariah nasional setelah tidak tercapai kesepakatan musyawarah.
b.   Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan, akan diubah dan duisempurnakan sebagaimana mestinya

Praktek Dalam Perbankan
Studi Kasus BSM
BSM Customer Network Financing
BSM Customer Network Financing selanjutnya disebut BSM-CNF adalah fasilitas pembiayaan modal kerja yang diberikan kepada Nasabah (agen, dealer, dan sebagainya) untuk pembelian persediaan/inventory barang dari Rekanan (ATPM, produsen/distributor, dan sebagainya) yang menjalin kerjasama dengan bank.

Kriteria Pembiayaan:
1)      Pemberian fasilitas BSM-CNF hanya akan diberikan kepada Nasabah yang  telah direkomendasikan secara tertulis oleh Rekanan untuk pembelian persediaaan dari Rekanan dan Nasabah tersebut menurut penilaian Bank layak untuk memperoleh fasilitas pembiayaan, melalui perjanjian kerjasama 3 (tiga) pihak (three partied)   
2)      Kriteria minimum Nasabah yang dapat dibiayai ditentukan oleh Bank berdasarkan standar ukuran risiko yang telah ditetapkan Bank dan konsultasi dengan Rekanan
3)      Setiap rencana perubahan status Nasabah oleh Rekanan, dalam bentuk  pencabutan rekomendasi atau hubungan usaha dengan Rekanan, harus diberitahukan kepada Bank
4)      Nasabah harus membeli persediaan dari Rekanan melalui BSM-CNF
5)      Persediaan/inventory yang dibiayai bersifat marketable, memiliki daya tahan dan dapat diyakini ketersediaannya
6)      Bank dan Rekanan berjanji bekerjasama untuk memastikan kelancaran pembayaran Nasabah
7)      Secara berkala Bank bersama Rekanan melakukan evaluasi fasilitas BSM-CNF kepada Nasabah.

Kriteria Rekanan:
1)    Badan usaha yang telah berbadan hukum
2)   Diprioritaskan Rekanan yang ditunjuk memiliki kriteria BUMN/BUMD, perusahaan multinasional atau perusahaan besar yang telah masuk bursa/go public
3)  Rekanan di luar kriteria butir 2 di atas, dengan tetap diyakini kontinuitas, bonafiditas dan kredibilitas usahanya dan menurut penilaian layak untuk menjadi rekanan Bank
4)  Memiliki visi yang kuat untuk mengembangkan semua customer-nya dengan memberikan dukungan penuh termasuk mengusahakan bantuan keuangan
5)      Bersedia menandatangani Perjanjian Kerjasama BSM-CNF dengan Bank
6)      Hubungan bisnis dengan Bank dinilai baik (tidak memiliki masalah).

Kriteria Nasabah:
1)  Memperoleh rekomendasi tertulis dari Rekanan yang berisi antara lain tentang evaluasi penjualan dan pembayaran, rencana penjualan Nasabah, fasilitas fisik usaha Nasabah dan performance Nasabah selama berhubungan dengan Rekanan
2)  Berpengalaman lebih dari 2 (dua) tahun dalam berhubungan usaha dengan Rekanan dan selama masa hubungan usaha tersebut nasabah tidak pernah bermasalah
3)   Jika Nasabah sudah mempunyai fasilitas pembiayaan, maka fasilitas tersebut harus dalam kolektibilitas lancar.

Fitur dan Syarat Pembiayaan:
1)    Nama produk: BSM-Customer Network Financing
2)   Peruntukan: Perorangan atau badan usaha
3)   Tujuan Pembiayaan: Pembiayaan produktif (modal kerja), untuk pembelian persediaan dari Rekanan dan bersifat revolving facility
4)   Akad Pembiayaan:
      Disesuaikan dengan skema usaha nasabah (tailor made), dapat berupa:
o             Murabahah
o             Mudharabah
o             Musyarakah.
      Sebelum dilakukan akad pembiayaan, didahului adanya:
o             Perjanjian Kerjasama 3 (tiga) pihak, antara Bank, Rekanan, dan Nasabah
o             Line Facility antara Bank dan Nasabah.

Penutup
Hiwalah ialah memindahkan utang dari tanggungan seseorang kepada tanggungan yang lain. Hukum hiwalah dibenarkan dalam islam sebaimana sabda nabi diatas. Dan rukun hiwalah yaitu orang pertama, orang kedua, orang ketiga, ada hutang pihak pertama kepada pihak kedua, ada hutang pihak ketiga kepada pihak pertama dan ada sighat.
Salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah line facility (at-tashilat as-saqfiyah). Yakni, fasilitas plafon pembiayaan bergulir dalam jangka waktu tertentu dengan ketentuan yang disepakati dan mengikat secara moral.

Daftar Pustaka

Antonio, Syafii. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Pres.
Hasan, M. Ali. 2003.Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat).Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rasjid,Sulaiman.1986.Fiqih Islam.Bandar Lampung: CV Sinar Baru.
Sabiq,Sayyid.1998.Fikih Sunnah.Bandung: Pustaka.
Suhendi,Hendi.2002.Fiqh Muamalah.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Wardi, Ahmad. 2010. Fiqih Muamalat. Jakarta : Amzah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar