Minggu, 13 Januari 2013

Agent of Change : Bukan Hal Yang Mustahil


Agent of Change : Bukan Hal Yang Mustahil

 Ahmad Ajib Ridlwan

 

Ininilah kawankuu,,,inilah kawankuu datang kemari untuk perubahan.....
Ininilah kawankuu,,,inilah kawankuu datang kemari untuk perubahan.....

Siapa orangnya yang tidak merinding mendengar lagu tersebut. Saat saya mendengar lagu tersebut sejenak tercengang dan merinding seolah spirit saya terpompa bak mesin yang baru diganti oli pelumas. Tahukah anda? Potongan lagu diatas merupakan yel-yel mahasiswa baru fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya yang dinyanyikan berulang-ulang saat Kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru yang biasa disebut PKKMB. Lagu tersebut untuk meningkatkan sprit mahasiswa baru. Mereka (Maba, red) adalah calon generasi kedepan, mereka adalah agent of chage, dipundak merekalah masa depan bangsa ini dititipkan.
Nah, tentu saja mereka datang kemari (kampus Unesa, red) membawa segudang mimpi, segudang angan dan segudang harapan. Kelak ketika mereka lulus memiliki hardskill dan softskill yang menjadi bekal mereka saat menyandang gelar baik sarjana maupun gelar diploma mengingat tantangan globalisasi tak bisa dipungkiri. Mampukah kita mewujudkan mimpi-mimpi dibalik wajah mereka yang polos? Untuk menjadikan agent of change stidaknya ada 3 (tiga) unsur penting yang menurut penulis perlu untuk dikaji bersama.

Pertama: Menjadi agent of Chage bagi diri sendiri

Jangan bermimpi menjadi agent of Chage (agen perubahan, red.) sebelum mampu menjadi agen perubahan bagi sendiri. Inilah saatnya, inilah langkah awal untuk menjadi agen perubahan bagi diri kita. Kehidupan kampus  sangatlah berbeda dengan masa SMA. Masa-masa paling indah adalah masa-masa disekolah, mungkin ada benarnya syair sebuah lagu itu. Masa-masa itu sudah terlewati dan saatnya memasuki fase ke 2 yaitu masa-masi kuliah. Dalam dunia kampus, kita dituntut untuk mandiri dalam segala hal baik dalam proses belajar mengajar atau dalam pencarian informasi. Dalam hal belajar mengajar misalnya, dosen akan memberikan silabus dan satuan acara perkuliahan yang memuat materi yang akan dibahas selama satu semester. Selanjutnya mahasiswa harus mencari sumber-sumber/refrensi baik dari buku, artikel, internet atau sumber lain yang menunjang materi pembelajaran. Tidak berhenti sampai disitu, mahasiswa akan mendapatkan tugas terstruktur baik tugas mandiri maupun tugas kelompok. Tugas tersebut berupa soal ataupun makalah yang harus dipertanggung jawabkan melalui presentasi makalah di depan kelas. Dosen tidak lagi ‘menyuapi” materi kepada mahasiswa atau bahan kuliah, layaknya siswa di SMA. Mahasiswa sendiri harus aktif. Baik aktif dalam masuk kuliah, aktif bertanya dan aktif menjawab karna hal yang demikian masuk dalam proses penilaian.
Selain itu, mahasiswa harus mandiri dalam pencarian informasi dan harus peka terhadap informasi. Semua informasi tentang perkuliahan, informasi tentang kegiatan kampus tidak lagi seperti halnya di SMA yang mungkin guru gerilya dari kelas ke kelas untuk menyampaikan informasi tersebut. Di kampus semua informasi kampus akan ditempel dimading – mading atau di upload di website. Jika tidak mau ketinggalan informasi mahasiswa harus aktif mencari informasi di sumber-sumber informasi diatas. Selain itu mahasiswa harus aktif mencari informasi mengenai tugas-tugas perkuliahan kepada teman sebaya ketika tidak hadir alias absen. Singkat kata mahasiswa harus aktif dalam segala hal.
Nah, mengingat banyak sekali perbedaan antara mahasiswa dan siswa serta beratnya amanah yang dipikul oleh mahasiswa yaitu menjadi agent of chage (agen perubahan, red.) mahasiswa harus mampu menjadi agen perubahan atas dirinya sendiri sebelum merubah lingkungannya. Sudah siapkan anda menjadi agen perubahan atas diri anda? Jika sudah siap mulailah dari sekarang. Jadilah mahasiswa yang aktif bukan mahasiswa yang apatis. 
Lantas Apakah yang harus dirubah?

Merubah Gaya Belajar

Mungkin barangkali ketika di SMA masih menggunakan model SKS (sistem kebut semalam) dan dilakukan saat menjelang ulangan/ujian maka gantilah metode belajar anda menjadi BSM (Belajar Sepanjang Masa). Rasulullah SAW Bersabda “Belajarlah sejak masih dalam kandungan ibu sampai akhir hayat” artinya belajar itu tidak mengenal waktu, sehingga kapanpun, dimanapun, dan dengan siapapun kita harus senantiasa belajar baik belajar materi perkuliahan maupun belajar dari kejadian atau fenomena yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Mahasiswa dituntut untuk mempunyai daya analisis yang tajam. Untuk mewujudkan hal tersebut mahasiswa harus banyak Iqra’ Iqra’ dan Iqra’ (membaca, membaca, dan membaca) tidak hanya membaca buku namun membaca semua hal yang bermanfaat serta membaca lingkungan. Lantas barulah menulis dan berdiskusi. Mengapa Harus Membaca? “Bacalah, Bacalah dengan menyebut nama Rabb-mu yang telah menciptakan, yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabb-mulah Yang Maha Mulia, yang mengajarkan kepada manusia dengan perantaraan qalam (tulisan; al-Qur’an), mengajarkan kepada manusia apa saja yang belum diketahuinya.” (QS Al alaq 1-5)
Ayat diatas merupakan wahyu yang pertama kali yang diturunkan Allah kepada Rosulullah SAW melalui malaikat Djibril yang merupakan perintah membaca dan menulis. Kata membaca berasal dari bahasa arab “qara’a” yang pada mulanya bermakna ‘menghimpun’. Dalam kamus, qara’a dapat bermakna ‘menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu’. Kata iqra’ (‘bacalah’) dalam ayat tersebut tidak menyebutkan objek bacaan secara khusus. Oleh karena tidak disebutkan objeknya secara khusus, dapat dimaknai bahwa objek kata tersebut bersifat umum. Membaca disini mempunyai pengertian yang luas, yang tidak hanya membaca buku bacaan tetapi membaca apa saja yang ada di depan mata kita, yang ada di sekitar diri kita, yang ada pada penciptaan diri kita, yang tak terlihat sekalipun oleh mata kita, dan semuanya.
Dr. Aidh bin Abdullah al-Qarni, dalam bukunya, “La Tahzan” mengungkapkan tentang banyaknya manfaat membaca, yaitu di antaranya sebagai berikut:
1.    Membaca menghilangkan kecemasan dan kegundahan.
2.    Ketika sibuk membaca, seseorang terhalang masuk ke dalam kebodohan.
3.    Kebiasaan membaca membuat orang terlalu sibuk untuk bisa berhubungan dengan orang-orang malas dan tidak mau bekerja.
4.    Dengan sering membaca, orang bisa mengembangkan keluwesan dan kefasihan dalam bertutur kata.
5.    Membaca membantu mengembangkan pemikiran dan menjernihkan cara berpikir.
6.    Membaca meningkatkan pengetahuan seseorang dan meningkatkan memori dan pemahaman.
7.    Dengan membaca, orang mengambil manfaat dari pengalaman orang lain: kearifan orang bijaksana dan pemahaman para sarjana.
8.    Dengan sering membaca, orang mengembangkan kemampuannya; baik untuk mendapat dan memproses ilmu pengetahuan maupun untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu dan aplikasinya dalam hidup.
9.    Membaca membantu seseorang untuk menyegarkan pemikirannya dari keruwetan dan menyelamatkan waktunya agar tidak sia-sia.
10. Dengan sering membaca, orang bisa menguasai banyak kata dan mempelajari berbagai tipe dan model kalimat; lebih lanjut lagi ia bisa meningkatkan kemampuannya untuk menyerap konsep dan untuk memahami apa yang tertulis “diantara baris demi baris” (memahami apa yang tersirat).

Setelah membaca kita harus belajar menulis. Mengapa kita harus menulis?? Dalam surat al Alaq ayat 4 disebutkan “Alladzii ‘allama bilqalam” ‘yang mengajar manusia dengan pena’. “Allamal insaana maa lam ya’lam” ‘yang mengajar manusia apa yang
belum diketahui (manusia)’ (ayat 5). Pada kedua ayat ini, dapat dipahami bahwa Allah mengajarkan dengan pena, mengajarkan tulisan, mengajari manusia tentang hal-hal yang telah diketahui sebelumnya dan Allah pun mengajari manusia, tanpa pena, apa yang belum manusia ketahui sebelumnya.
Allah mengajari manusia dengan pena, itu berarti perintah yang komperhensif juga untuk membaca (tulisan) dan menulis (tulisan). Mengajari manusia dengan pena adalah mengajari menulis. Perintah membaca disertai pula perintah untuk menulis. Objek menulisnya juga sama dengan objek membaca: alam semesta, diri sendiri, yang sudah dituliskan, maupun yang belum dituliskan. Perintah itu adalah juga perintah aktif-produktif menghasilkan tulisan, bukan hanya perintah aktif-reseptif membaca. Jika hanya dimaknai perintah membaca tulisan, pemaknaan itu terlalu sempit, yakni umat Islam hanya diperintah mengkonsumsi bacaan (orang lain).
Menulis merupakan salah satu cara menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan dengan maksud ide atau gagasan kita dapat dikonsumsi oleh orang lain. Apa yang kita fahami, apa yang kita tangkap melalui membaca hendaknya kita tuangkan ide/gagasan tersebut dalam sebuah tulisan. Namun kita sadari kelemahan kita adalah menuangkan ide tersebut dalam bentuk tulisan oleh sebab itu kiranya membudayakan menulis. Hal ini bisa dimulai dengan menulis cerita pendek atau menulis cerita mengenai diri sendiri sebelum kita menulis sebuah karya ilmiah. Selain membudayakan menulis perlu kiranya kita sering membaca tulisan orang lain untuk melihat gaya bahasa/selingkung yang digunakan.

Terakhir, Belajar berdiskusi. Mengapa harus berdiskusi?
 “…….. Wasyaawirhum fil Amri” dan bermusyawarahlah dalam setiap urusan. Islam mengajarkan kepada kita untuk selalu bermusyawarah untuk setiap urusan. Diskusi disini dapat diartikan musyawarah untuk mencapai mufakat. Dalam menyikapi sesuatu kita mempunyai persepsi yang berbeda-beda. Persepsi yang berbeda itulah yang akan mengakibatkan penyikapan kita terhadap sesuatu permasalahan akan berbeda pula. Oleh karenanya alangkah baiknya kita meminta pendapat (diskusi) dalam menyikapi sesuatu hal. Dengan berdiskusi akan menambah wawasan kita karna adanya ide-ide baru yang sebelumnya belum kita ketahui.
Diskusi dapat pula diartikan dengan kajian. Pertama, Kajian terhadap materi perkuliahan, hal ini dapat dilakukan dengan teman sebaya maupun kakak angkatan (program mentoring/asistensi) melalui forum ini diharapkan masalah klasik yang dihadapi mahasiswa (kesulitan belajar) dapat teratasi. Pada umumnya mahasiswa jika mengalami kesulitan belajar enggan untuk menanyakan kepada teman sebaya dan lebih memilih menutup diri. Frustasi dan disalurkan pada hal-hal negatif. Jika sudah seperti itu biasanya mahasiswa menghilang dan baru muncul pada saat menjelang injury time (batas masa studi habis) untuk melalukan pertobatan menebus kesalahan, mengakui semua kesalahan dan datang dengan wajah mamel (macak melas) supaya dapat dispensasi/kemudahan kelulusan. Tapi sayang upaya tersebut gagal karna kelulusan tidak diperoleh dengan cara semudah itu. Proses kelulusan mahasiswa harus melewati jalan yang panjang dan berliku. Kedua, Kajian terhadap isu-isu terkini dan kajian terhadap kebijakan. Nah dari forum ini mahasiswa diharapkan mampu memberikan sumbangsih berupa pemikiran sehingga mahasiswa tidak di cap sebagai generasi OMDO (Omong Doang) yang hanya menuntut namun dapat memberikan solusi atas permasalahan bangsa.

Merubah cara pergaulan
Dalam kitab ta’limu ta’lim diajarkan tentang etika pergaulan dalam menuntut ilmu. Ada sebuah pepatah jika seseorang dekat dengan tukang pande (pembuat benda-benda tajam) maka ia akan kena bau keringatnya para pembuat pande, sebaliknya jika seseorang dekat dengan penjual minyak wangi merekapun akan merasakan harumnya bau minyak tersebut. Artinya wajib hukumnya bagi seseorang yang menuntut ilmu untuk memilih teman. Salah satu pembahasan menarik yang dibicarakan dalam kitab Maraqi al-Ubudiyah adalah adab atau etika dalam berteman. Dengan memerhatikan etika dalam pergaulan, akan membuat persahabatan menjadi semakin langgeng. Teman adalah sahabat dalam pergaulan. Bergaul dengan teman yang baik, niscaya akan mengantarkan kita pada perbuatan yang baik pula. Sebab, teman yang baik akan senantiasa memberikan sesuatu yang terbaik. Karena itu, janganlah teman yang seperti ini disakiti. Sebaliknya, teman yang tidak baik akan membawa kita pada perbuatan yang tidak baik. Bergaul dengan teman seperti ini, dapat menjerumuskan kita pada halhal yang negatif.
Berkaitan dengan masalah ini ada dua hal besar yang harus diperhatikan dalam pergaulan. Pertama, perhatikan terlebih dahulu tata cara berteman dan memilih teman yang baik, agar kita tidak ikut terjerumus dalam perbuatan yang tidak baik. Kedua, kewajiban yang harus dipenuhi dalam berteman.
Adapun kewajiban seseorang dalam berteman yaitu senantiasa mau mebantu teman yang sedang dalam kesusahan, baik dengan bantuan tenaga, pikiran, maupun materi (harta).
Dan yang lebih adalah senantiasa menyimpan rahasia teman, menutupi aibnya, dan tidak menyampaikan omongan orang lain yang mengecamnya, menyampaikan pujian orang lain atas dirinya, dan mendengarkan pembicaraan yang baik darinya tanpa berpura-pura.

Kedua: Peran Organisasi Kemahasiswaan dalam membentuk agent of change

Mahasiswa baru ibarat kertas yang kosong, bersih, putih tak ada coretan apapun. Mereka memasuki dunia baru yang belum dialami sebelumnya yaitu dunia kampus. Pertama kali orang yang ditemui adalah para senior yang berasal dari organisasi kemahasiswaan (BEM-DLM) yang akan mengawal mereka selama kegiatan orientasi kampus/ospek. Mahasiswa baru pertama kali menginjakkan kaki di kampus disambut oleh para senior yang akan mendampingi selama satu semester dalam program orientasi mahasiswa baru. Tentu saja peran senior disini sangatlah vital dalam membentuk karakter mereka untuk menjadi agent of chage. Pertanyaannya adalah mampukah para senior mewujudkan hal tersebut? Jika memang benar-benar mampu maka sudah seharusnya para senior bisa memberikan uswatun hasanah (tauladan yang baik) bagi para juniornya. Sungguh pekerjaan yang amat berat mengingat para seniornya belum tentu mampu menjadi agent of change bagi dirinya sendiri. Hal yang terpenting disini adalah para senior harus merubah dirinya sendiri sebelum nantinya mengajarkan semangat perubahan kepada adik-adiknya yang datang ke kampus dengan segudang harapan. Lantas apa yang harus dilakukan oleh para senior? Para senior terlebih dahulu berproses dan mengalami kehidupan dikampus namun bukan hal yang mudah untuk menjadi agen perubahan apalagi mengajak adiknya untuk menjadi agen perubahan. Berikan yang terbaik buat adik-adik, wujudkan mimpi mereka dan jadikan mereka menjadi agen perubahan.
Hal yang terpenting dalam membentuk agent of change adalah para senior sebisa mungkin mengarahkan dan mengajak adiknya untuk belajar berorganisasi dengan baik. Banyak sekali organisasi yang bisa diikuti mahasiswa baik organisasi intra kampus yang terdiri dari BEM,DLM ditingkat jurusan dan fakultas, BEM-MPM ditingkat Universitas dan UKM maupun organisasi extra kampus. Organisasi merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan kegiatan akademik. Organisasi merupakan wadah mahasiswa dalam mengimplementasikan apa yang telah didapatkan dalam bangku kuliah. Tidak ada pilihan bagi mahasiswa untuk memilih akademik atau organisasi mengingat kedua hal tersebut sama-sama penting, tak terpisahkan dan harus dikasih porsi yang seimbang.
Organisasi adalah miniatur kecil kehidupan bermasyarakat. Belajar berorganisasi sama halnya kita belajar bermasyarakat dalam skala kecil karena disitulah kita belajar saling memahami, bersosialisasi dan belajar tentang kepemimpinan. Ketika dalam kelas kita diajarkan tentang manajemen, sebenarnya dalam organisasi itulah kita menerapkan tentang manajemen karna setiap organisasi menuntut kita untuk merencakan, mengorganisasikan, dan mengevaluasi sebuah kegiatan. Dengan demikian mahasiswa baru pola pikirnya akan terbentuk dan kelak lulus kuliah akan menjadi bagian dari masyarakat yang paripurna.

Ketiga: Peran Lembaga Dalam Membentuk Agent of Chage
Peran lembaga dalam hal ini adalah kampus tempat mahasiswa menimba ilmu. Sudah seyogyanya kampus mengawal terwujudnya Agent of Chage yang benar-benar mampu mengatasi gejolak permasalahan bangsa yang semakin kompleks dan mampu menjawab keraguan serta pandangan miring kepada mahasiswa yang katanya hanya bisa omong doang. Lembaga harus mendesain kurikulum yang luwes dan mengikuti perkembangan dunia usaha/dunia industri serta lembaga pendidikan yang membutuhkan output/lulusan.
Tentu kurikulum saja tidak cukup namun harus disertai dengan membuat program-program unggulan yang mengarah kepada pola pengembangan mahasiswa yang dapat membentuk hardskill dan softskill mahasiswa mengingat tantangan dan kompetisi kedepan semakin ketat. Program tersebut bukan hanya sekedar seremonial saja akan tetapi program tersebut outputnya harus jelas dan disertai dengan followup yang jelas pula.
Selain itu salah satu hal penting adalah dengan memberikan fasilitas yang mendukung pengembangan bakat dan minat mahasiswa. Dengan pengawalan dan penyediaan fasilitas yang memadai tentu saja membentuk generasi agen perubahan bukan hal yang mustahil dapat terwujud. Namun, mahasiswa harus jika memiliki tanggung jawab dalam menjaga, merawat dan rasa memiliki fasilitas yang ada. Jika tidak memiliki sikap tersebut tentu mahasiswa sendiri yang akan merugi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar